Beberapa kali merenung mengapa
cara Marketing yang dianggap oleh manusia paling jitu, akan tetapi ternyata
tidak diperbolehkan oleh Hukum Islam, seperti transkasi
pengabungan dua akad atau lebih menjadi satu akad saja, seperti yang disampaikan
dalam dalam hadits ini : Ibnu Mas’ud RA berkata,”Nabi SAW melarang dua
kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin)” (HR Ahmad).
Atau model bisnis yang
menggunakan iming-iming Marketing yang menggunakan sistem Ribawi. Saya coba
renungkan sekali lagi dari jenis cara-cara Marketing seperti itu ternyata
mayoritas konsumen selalu di rugikan, kenapa begitu coba kita simak beberapa
contoh kasus ini :
Seorang karyawan meinjam modal
dari lembaga yang ribawi, harus membayar hutangnya lebih dari hutang yang iya
dapatkan…..karena jatuh temponya sudah berakhir lama, akibatnya dia terkena
terus denda yang di finaltykan kepadanya, akibatnya semakin jauh dia
terjerembab semakin susah untuk melunasi pinjaman tersebut, hutang yang tak
kunjung berhenti riba mengalir terus dan tak kunjung dia bisa bayarkan
tungggakanya. Nah terbukti Riba sangat merugikan sang customer atau client.
Terus kalo begitu apakah
karena manfaatnya Riba dan lain-lain dalam Pembuatan Strategy Marketing SYARIAH
tidak ada terus kita tidak boleh menjalankanya. Ya betul sekali Riba dan
beberapa muamalah lain yang tidak diperbolehkan dalam Islam tidak boleh
dijalankan. Hanya saja dalam Marketing
Syariah bukan terbaalik cara pikirnya dalam memahami Hukum
Islam. Bukan karena tidak ada manfaat baru dicampakan metode yang melanggar
Hukum-Hukum Islam itu, akan tetapi sebaliknya kaji dulu apa Hukumnya dalam
Islam, baru bisa di terapkan. Bila sesuai segera action dan di tinggalkan bila
memang tidak sesuai dengan Hukum Islam. Kalao cara berpikir seorang Marketer
Syariah adalah melihat manfaat atau tidaknya sebuah strategi Marketing
Syariah baru setelah di cari Hukumnya dalam Islam, itu brarti tidak
ada bedanya Marketing Tradisional dengan Marketing Syariah.
Untuk itu sebagai pelaku dan
penggiat Marketer Syariah kita harus selalu menjalankan perintahnya, bisa jadi
dengan cara-cara Marketing yang melanggar aturan Hukum Islam, perusahaan kita
akan semakin banyak dan besar Omzetnya. Akan tetapi “Arrizqu Minallah” Rejeki
itu datangnya dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia.
Wallahu a’lam bis-shawaab
Sumber : http://www.muhcivic.com/
BLOG: